POLA
PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)
A. PENDAHULUAN
Negeri Andalusia
yang sekarang termasyhur dengan nama Spanyol. Sejak dari Abad VIII Masehi
merupakan salah satu pondasi yang kuat dari peradaban, Kebudayaan dan
Pendidikan Islam, yang di mulai dari mempelajari Ilmu Agama dan Sastra,
Kemudian meningkat dengan mempelajari Ilmu-ilmu Akal. Pada waktu yang sangat
singkat Cordova dapat menyaingi Bagdad dan Cairo dalam bidang Ilmu Pengetahuan
dan Kesusastraan.
Pada masa
pemerintahan Abdurrahman III pada abad X Masehi, Negeri Andalus telah mencapai
puncak kemegahan dalam segi materi dan maknawi serta memperoleh kekuatan dan
kebesaran yang telah dicapai oleh Kerajaan-kerajaan di bagian timur abad IX
Masehi, Cordiva
di Spanyol tetap menjadi Ibu Kota dan menikmati kemegahan yang tiada taranya[1].
Spanyol adalah
Negara yang subur. Kesuburan itu menghasilkan ekonomi yang tinggi dan pada
gilirannya menghasilkan pemikir hebat. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk
yang terdiri dari komoditas-komoditas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang
masuk Islam), Barbar (Orang Islam dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (Penduduk antara Konstantinopel dan Bulgaria yang
menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk di jadikan tentara
bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, Kristen yang masih
menentang kehadiran Islam. Semua Komoditas itu
kecuali Kristen memberikan saham Intelektual terhadap terbentuknya lingkungan
Budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan Ilmiah, Sastra, dan Pembangunan
fisik di Spanyol. [2]
Dari uraian di
atas penulis ingin mengulas tentang Pola
Pendidikan Islam di Andalusia sehingga menjadi perluasan wawasan pemikiran
kita mengenai Sejarah pendidikan Islam
di Andalusia (Spanyol).
B. POLA
PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA
Pola bersinonim
kata dengan patron, system, atau cara. Sedangkan Pedidikan Islam terdiri dari
dua suku kata yang di rangkai menjadi satu. Syamsul Nizar
menulis dalam bukunya, Pendidikan Islam adalah rangkaian proses sistematis,
terencana dan komperhensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada anak
didik, mengembangkan potensi yang pada diri anak didik, sehingga anak didik
mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
nilai-nilai Illahiyah yang di dasarkan
pada ajaran Agama Al-Qur’an dan Hadist pada semua dimensi kehidupan[3].
Dengan
pengertian di
atas maka dapat penulis uraikan bahwa yang di maksud pola pendidikan Islam
merupakan suatu system, atau cara yang kompleksitas dan mempunyai komponen yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lain demi mencapai pendidikan Islam.
Pola pendidikan Islam yang di maksud disini
adalah Pola Pendidikan Islam di Andalusia (Spanyol).
1.
Kuttab
Islam di Spanyol telah mencatat satu
lembaran peradaban dan kebudayaan yang
sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang di lalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad
XII. Minat terhadap pendidikan dan Ilmu pengetahuan serta filsafat mulai di
kembangkan pada Abad IX M selama pemerintahan penguasa Bani Umaiyah yang ke- 5,
Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M)[4].
Sebagai mana yang ditulis dalam sejarah
peradaban Islam, Semakin meluasnya wilayah kekuasan Islam, telah ikut
memperkaya dan memotivasi umat untuk mendirikan lembaga pendidikan seperti Kuttab[5]
dan Masjid. Begitu pula di Andalusia terdapat banyak Kuttab-kuttab yang menyebar sampai pinggiran kota. Pada lembaga
ini, para siswa mempelajari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, seperti
fikih, bahasa dan sastra, musik dan kesenian. Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata
dengan rapi di sa’at itu, sehingga kuttab-kuttab itu mempunyai banyak tenaga
pendidik dan siswa-siswanya. Pada lembaga ini siswa-siswanya mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan diantaranya adalah:
a. Fiqih
Di Andalusia pemeluk Agama Islam
menganut Mazhab Maliki, Maka para ulama memperkenalkan materi-materi fiqih dari
Mazhab-mazhab Imam Malik. Tokoh-tokoh yang termasyhur disini di antaranya Ziyad
ibn Abd ar-Rahman, dan perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya.
Yahya sempat menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih
lainnya diantaranya Abu Bakar ibn al-Qutiyah, Munzir Ibn Said al-Baluthi, dan
Ibu Hazm[6]
yang sangat populer
di kala itu.
Santri pada Kuttab mendapatkan pelajaran yang cukup lengkap dari ulama-ulama
yang ahli di bidang ilmunya, sehingga para siswanya lebih cepat menyerap ilmu
pelajaran yang di pelajarinya dan menumbuhkan minat belajar di kala itu[7].
b. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab menjadi bahasa resmi dan
bahasa Administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol, Bahasa ini dapat di pelajari di kuttab, bahkan kepada siswanya di wajibkan untuk selalu melakukan
dialog dengan memakai bahasa resmi Islam (bahasa Arab)[8],
sehingga bahasa ini cepat populer
dan menjadi bahasa keseharian. Diantara Tokoh-tokoh bahasa tersebut yang
termasyhur adalah Ibn Malik yang mengarang kitab Al-Fiyah, Ibn Sayidih, Ibn
Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan
Al-Gharnathi. Di bidang sastra tersebut nama Ibn Abd. Rabbih dengan karya al-‘Iqd al-Farid, Ibn Bassam dengan
karyanya al-Dzakhirah fi Mahasin ahl
al-Jazirah, dan Al-Fath ibn Khaqan karya kitabnya al-Qalaid,[9].
c. Musik dan Seni
Sya’ir merupakan ekspresi utama dari
peradaban Spanyol. Pada dasarnya sya’ir Spanyol didasarkan pada model-model
sya’ir Arab yang membangkitkan sentimen prajurit dan interes faksional para
penakluk Arab. Di spanyol berkembang musik-musik yang bernuansa Arab yang
merangsang tumbuhnya nilai-nilai kepahlawanan, banyak tokoh musik dan seni
bermunculan ketika itu, diantaranya Al-Hasan ibn Nafi yang di juluki Ziryad
(789-857).
Ziryad selalu tampil dalam acara-acara
penjamuan kenegaraan di Cordova, karena ia merupakan aransemen musik yang
handal dan piawai pula mengubah syair-syair lagu yang pantas di konsumtif
kepada seluruh lapisan dan tingkat umur. Kepiawaiannya bermusik dan seni
membuat ia orang termasyhur di kala itu. Ilmu yang dimilikinya itu di ajarkan
kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para
budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas[10]sangat
cepat.
2.
Pendidikan Tinggi
Masyarakat Arab yang berada di Spanyol
merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara pertengahan abad kedelapan sampai akhir abad
ketiga belas. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu
pengetahuan Islam dapat di transmisian ke Eropa. Bani Umaiyah yang berada di
bawah kekuasaan Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan
banyak sekali penghargaan kepada para sarjana.
Ia telah membangun Universitas Cordova
berdampingan dengan Masjid Abdurrahman III, yang selanjutnya tumbuh menjadi
lembaga pendidikan yang terkenal di antara jajaran lembaga pendidikan lainnya
di dunia. Universitas ini menandingi dua Universitas lainnya, yaitu Al-Azhar di
Kairo dan Nizhamiyah di Baghdad, dan telah menarik perhatian dari para pelajar
tidak hanya dari Spanyol tetapi juga dari tempat lainnya seperti dari
Negara-negara Eropa, Afrika dan Asia[11].
Diantara para Ulama yang bertugas di
Universitas Cordova adalah Ibn Qutaibah yang di kenal sebagai ahli Tata Bahasa
dan Abu Ali Qali yang di kenal sebagai pakar Biologi. Universitas ini memiliki
perpustakaan yang menampung koleksi
sekitar empat juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi astronomi,
matematika, kedokteran, teologi dan hokum. Jumlah muridnya mencapai seribu
orang. Selain itu, Mata kuliah yang di berikan di Universitas-universitas
tersebut meliputi teologi, hokum Islam, kedokteran, kimia, filafat dan
astronomi.
Sebagai prasasti pada pintu gerbang
Universitas yang di sebutkan terakhir di tulis sebagai berikut: Dunia ini di
tompang oleh empat hal, yaitu Pengajaran Tentang Kebijaksanaan, Keadilan Dari
Penguasa, Ibadah Dari Orang-orang Yang Sholeh, dan Keberanian Yang Pantang
Menyerah[12].
Secara garis besar pada perguruan tinggi
di Spanyol terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan, yaitu:
a. Filsafat
Atas inisiatif dari Al-Hakam (961-976
M), karya-karya ilmiah dan filosofis di impor dari Timur dalam jumlah besar,
Sehingga Cordova dengan perpustakaan dan Universitas-universitasnya mampu
menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umaiyah ini merupakan persiapan untuk
melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang
pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah
Abu Bakar Muhammad ibn Yahya ibn al-Sha’ig, yang lebih terkenal dengan Ibnu
Bajjah.Orang Barat menyebutnya Avenpace. Ia
di lahirkan di Saragoza (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/ abad ke-11 M.[13]
Ia pindah ke Sevilla da Granada, meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M
dalam usia muda. Seperti Al-farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah yang
dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis, Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid[14].
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn
Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada
dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal
adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir Abad ke-12 M menjadi saksi
munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat
dalam Islam, yaitu Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad Ibn Muhammad Rusyd ia
dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M[15].
Kepiawaiannya yan luar biasa dalam ilmu hokum, sehingga dia diangkat Ketua
Mahkamah Agung di Cardova (Qadhi
al-Qudhat), dan wafat tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam
menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli
fiqih dengan karyanya yang termasyhur Bidayah
al-Mujtahid.
b. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika
astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn farnas
termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang
menemukan pembuatan kaca dari batu.[16]
Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga
berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya
dengan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm Al-Hasan binti Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi,
wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari
Valensia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri Muslim di Mediterania dan
Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai
dan Cina. Ibn Al-Khatib(1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibnu
Khaldun dari Tunis adalah penulis filsafat sejarah[17].
C. Faktor
Pendukung Kemajuan Pendidikan Islam di Spanyol
a. Adanya dukungan dari para penguasa,
kemajuan Spanyol Islam sangat di tentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang
kuat dan berwibawa serta mencintai ilmu pengetahuan, juga memberikan dukungan
dan penghargaan terhadap para ilmuan dan cendikiawan.
b. Didirikannya sekolah-sekolah
Universitas-universitas di beberapa kota di Spanyol oleh Abd Al-Rahman III
Al-Nashir, dengan Universitasnya yang terkenal di Cardova, Sevilla, Malaga, dan
Granada. Serta di bangunnya perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi
buku-buku yang cukup banyak.
c. Banyaknya para sarjana Islam yang datang
dari ujung Timur sampai ujung Barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku
dan berbagai gagasan.Ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam
beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang di sebut kesatuan budaya Islam.[18]
d. Adanya persaingan antara Abbasiyyah di
Baghdad dan Umaiyah di Spanyol dalam
bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan
dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas Nizhamiyah
di Baghdad yang merupakan persaingan positif tidak selalu dalam bentuk
peperangan.[19]
D. Luluhnya
Kedikdayaan Islam di Andalusia
Dalam sejarah
dan literatur yang ada mengisyaratkan bahwa, kedikdayaan Islam di Andalusia hanya
mampu bertahan delapan abad saja, kalau dihitung memang waktu yang cukup
panjang dan terjadinya beberapa kali pergantian dinasti. Namun pada akhirnya
datang juga masa yang ditakuti yaitu masa-masa kehancuran, yang sampai hari ini
masih belum bangkit dari keluluhan itu.
Di antara
penyebab keruntuhan peradaban dan
pendidikan Islam di Andalusia adalah:
- Konflik Agama
Pada akhir-akhir kemajuan peradaban
pendidikan Islam di Andalusia, telah muncul
kepermukaan paham-paham dan perbedaan keyakinan. Kondisi yang tidak
menguntungkan bagi umat Islam telah membuat “berani” umat kristiani menampakkan
dirinya ke permukaan. Bahkan dengan terang-terangan telah pula berani menentang
kebijakan penguasa Islam ketika itu.
Para penguasa muslim tidak melakukan
Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti
dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahahan hukum
dan adat mereka, termasuk posisi hierarki tradisional, asal tidak ada perlawanan
bersenjata.
Kondisi seperti ini dapat di prediksi,
bahwa kelengahan umat Islam termasuk toleransi dan wewenang yang di berikan
kepada umat Kristen telah di manfaatkan untuk mencari kelemahan Islam di saat
Islam lengah di kala itu. Hal ini diperkuat pula oleh Al-Quran bahwa umat
Kristen itu tidak akan pernah diam dan senang, sebelum Islam bertekuk lutut
kepadanya.
- Ideologi perpecahan
Istilah ‘ibad dan muwalladun[20]
perendahan derajat kepada orang pribumi yang mukallaf selalu di lakukan
oleh orang-orang Islam keturunan Arab, sehingga kelompok-kelompok etnis
non-Arab selalu menimbulkan kegaduhan dan sering menggerogoti serta merusak
perdamaian atas celaan dan pemisahan kasta tersebut.
Kultur sosial kemasyarakatan ketika itu
amat berpeluang besar terjadinya
pertikaian, apalagi dengan tidak adanya sosok pemimpin yang dapat mempersatukan
ideology yang telah memecah belah persatuan. Sehingga keamanan negeri tidak
lagi bisa terjamin dengan baik dan terjadinya perampokan di mana-mana. Kondisi
seperti ini di manfaatkan oleh umat kristiani untuk menyusun kekuatan.
- Krisis Ekonomi
Dalam situasi yang semakin sulit, umat
Kristiani tidak lagi jujur membayarkan upetinya kepada penguasa Islam dengan
berbagai dalih, supaya upeti dan pajak tidak lagi di kumpulkan pada penguasa.
Sering terjadi perampokan yang di skenario oleh kelompok kristriani, dan pada
akhirnya menuduh umat Islam yang berbuat aniaya kepadanya.
Keadaan yang tidak kondusif ini membuat
inkam Negara jauh berkurang, dan akhirnya berdampak besar kepada masyarakat.
Padahal di pertengahan kekuasaan Islam, pemerintah lebih memperhatikan kemajuan
pendidikan dan lupa menata perekonomian, sehingga melemahkan ekonomi Negara dan
kekuatan militer serta politik.
- Peralihan Kekuasaan
Granada
yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spayol jatuh ke tangan
Ferdinand dan Isabella,[21]
sementara di kalangan Islam sendiri terjadi perpindahan kekuasaan dengan system
ahli waris. Pola yang masih di pertahankan umat Islam dalam menggantikan tampuk
kepemimpinan kadang jauh dari kelayakan. Sebagai mana bukti sejarah yang
mengangkat seorang Raja atas pertimbangan keturunan yang masih berusia belasan
tahun.
Peralihan kekuasaan seperti ini sering
keliru di dalam mengambil keputusan, dan kadang kala terdapat kesalahan besar
dan fatal akibatnya, baik terhadap pamornya
maupun kestabilan kedaulatan dalam negeri Islam sendiri. Dengan
demikian,tidak ada lagi kekuatan Islam untuk membendung kebangkitan Kristen di
daerah ini[22].
Dalam sejarah, Islam berkuasa di
Andalusia lebih kurang sekitar 700 tahun lamanya. Waktu ini bukanlah waktu yang
sebentar dalam bentangan sejarah Islam, dan kemajuan pendidikan yang begitu besarpun dapat dirasakan sampai saat
sekarang ini yang juga harus diakui dunia baik dari golongan
muslim maupun non muslim itu sendiri.
E. Para
Ahli dan Ilmuan yang muncul di Andalusia diantaranya adalah:
Bidang ilmu Fiqh tercantum nama-nama:
- Ziyad ibn Abd ar-Rahman
- Ibn Yahya. Yahya sempat menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman.
- Abu Bakar ibn al-Qutiyah
- Munzir Ibn Said al-Baluthi
- dan Ibu Hazm yang sangat populer di kala itu
Bidang Bahasa dan Sastra
- Termasyhur adalah Ibn Malik yang mengarang kitab Al-Fiyah
- Ibn Sayidih
- Ibn Khuruf
- Ibn Al-Hajj
- Abu Ali Al-Isybili
- Abu Al-Hasan ibn Usfur
- dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
- Di bidang sastra adalah Ibn Abd. Rabbih dengan karya al-‘Iqd al-Farid, Ibn Bassam dengan karyanya al-Dzakhirah fi Mahasin ahl al-Jazirah, dan Al-Fath ibn Khaqan karya kitabnya al-Qalaid
Bidang Musik dan Seni
- Al-Hasan ibn Nafi yang di juluki Ziryad (789-857).Ziryad selalu tampil dalam acara-acara penjamuan kenegaraan di Cordova.
- Ibn Qutaibah yang di kenal sebagai ahli Tata Bahasa dan Abu Ali Qali yang di kenal sebagai pakar Biologi.
Bidang Filsafat.
- Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Yahya ibn al-Sha’ig,
- Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy,
- Bagian akhir Abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad Ibn Muhammad Rusyd.
Bidang Sains
- Abbas ibn farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.
- Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dengan bintang-bintang.
- Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.
- Umm Al-Hasan binti Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang Sejarah dan Geografi.
1. Ibn Jubair dari Valensia (1145-1228 M)
menulis tentang negeri-negeri Muslim di Mediterania dan Sicilia.
2. Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M)
mencapai Samudera Pasai dan Cina.
3. Ibn Al-Khatib(1317-1374 M) menyusun riwayat
Granada,
4. Sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah
penulis filsafat sejarah.
Itulah diantara nama-nama para Ahli dan
para Ilmuan pada masa peradaban Islam di Andalusia, yang sampai saat sekarang
masih harum namanya di kalangan umat Islam.
F. KESIMPULAN
Dari uraian di
atas dapat di simpulkan ;
Kemajuan
Eropa yang terus berkembang sampai saat
ini banyak berhutang budi pada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang
di periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi
Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah
Spanyol Islam.
Spanyol
merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam menyerap llmu pengetahuan
yang di kembangkan umat Islam di sana serta peradabannya, baik dalam bentuk
hubungan poitik, sosial maupun perekonomian dan peradaban antar Negara.
Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan
Islam jauh meninggalkan Negara-negara tetangganya di Eropa, terutama dalam
bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik. Yang terpenting di
antaranya pemikiran Ibnu Rusyd (1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu taklid
yang mengajurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan
cara yang mengikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan Sunnatullah menurut pengertian Islam
terhadap pantheisme dan antropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di
Eropa, hingga Eropa timbul gerakan Averroisme (Ibnu Rusyd-isme) yang menuntut
kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang di bawa
gerakan Averroisme ini.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Supriadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008.
Nata, Abuddin ,Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan,
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009.
Fakhri, Majid, Sejarah Filsafat Islam, (terjemahan), Mulyadi Kartanegara, Jakarta: Pustaka Jaya,
1986.
Syalaby, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, (terjemahan) Muchtar Yahya dan Sanusi
Latief, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Harun, Maidir, Sejarah Pendidikan Islam,
(terjemahan) Muchtar Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta: Bulan Bintang,
1973.
Nizar, Samsul, Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Padang: IAIN Imam Bonjol
Press, 2000.
Nizar, Samsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan
Islam, Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Jakarta: Quantum
Teacing, 2005.
[2]
Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan,
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004, hlm. 258.
[3] Samsul
Nizar, Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan
Islam, (Padang: IAIN Imam Bonjol Press, 2000),
hlm. 75.
[5]
Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan
Pemikiran Pendidikan Islam, Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, (Jakarta:
Quantum Teacing, 2005), hlm.
15
[7]
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri
Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana,
2009, hlm. 98.
[9] Maidir
Harun, Sejarah Pendidikan Islam,
(terjemahan) Muchtar Yahya dan Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang,
1973), hlm. 88.
[10] Ahmad
Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam,
(terjemahan) Muchtar Yahya dan Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),
hlm. 88.
[13] Sirajuddin Zar,Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004), hlm. 185.
[18]
Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam
(terjemahan), Mulyadi Kartanegara (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986) hlm. 356.
[19]
Abuddin Nata, Op cit, hlm. 269.